KOMISI VIII TETAPKAN APBN-P KPPPA 50 MILYAR
Komisi VIII tetapkan APBN-P untuk Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebesar Rp. 50 milyar.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding saat Raker dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Agum Gumelar, di Gedung Nusantara II,Senin, (12/4).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Chairun Nisa mengatakan, Anggaran 50 Milyar tersebut selayaknya digunakan untuk empat skala prioritas yang sudah dirancang oleh Menteri PPPA. Empat skala tersebut meliputi Perlindungan Perempuan dan Anak, Peningkatan Kapasitas SDM, Peraturan Perundang-undangan serta kebijakan PUG (Pengarusutamaan Gender) dan PUHA (Pemenuhan Hak Anak) serta Pemenuhan Komitmen Internasional. Disisi lain, terangnya, keterlibatan lembaga masyarakat dan Ormas pun sangat penting dalan menjalankan program tersebut.
Iskan Qolba Lubis (F-PKS) mengharapkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membuat program yang berdampak besar minimal menaikan harkat Perempuan dan Anak dimata manusia.
Dia menambahkan, angka (human trafficking) yang terjadi pada perempuan Indonesia mencapai 17 triliun atau melebihi angka dari perdagangan narkoba. mengenai perdagangan manusia.
Zainun Ahmadi dari PDIP merasa prihatin banyak wisatawan dari Timur Tengah datang ke Cisarua Bogor hanya untuk Kawin Kontrak atau Siri. “Saya merasa prihatin ketika ke Negara Timur Tengah banyak yang membicarakan bahwa Cisarua, Bogor merupakan salah satu tempat tujuan mereka berwisata, mereka sengaja mendatangi Cisarua hanya untuk kawin kontrak/ siri karena di Negara mereka untuk melakukan perkawinan diperlukan biaya yang cukup mahal sedangkan di Negara kita hanya membutuhkan biaya yang sangat murah,” paparnya.
Dia menambahkan, dari contoh kasus tersebut terlihat bahwa sangat rendahnya harkat perempuan di Indonesia di mata mereka. “Semoga dalam masa reses berikutnya kita dapat melakukan kunjungan kerja kesana untuk melihat kondisi kerja di lapangan,”ujarnya.
Terkait dengan realisasi anggaran, Muhammad Oheo Sinapoy (F-PG) mengatakan, aktifitas yang seharusnya dilakukan adalah afirmasi aksi jadi bukan hanya sekedar kegiatan-kegiatan rutin dan setelah selesai kegiatan itu para perempuan melupakan apa yang menjadi tugas dan apa yang harus menjadikan output dari kegiatan tersebut. "Anggaran yang sedikit ini harus dapat dimanfaatkan dengan sebuah skala prioritas bukan saja berupa kegiatan rutin, yang bersifat seperti training tetapi harus melahirkan output yang berkualitas dan dapat berkesinambungan," tegasnya. (ra/qq)foto:ray/parle/RY